WIMAX
Product Brief
WM9508 Embedded WiMAX Module
Description
The WM9508 module is the second member from the SyMAX™ product family after WM9503.
Integrated within the WM9508 module are a host of active and passive components resulting in a single simple package for the customer. On module components include the Baseband/MAC IC, Radio Frequency (RF) transceiver, Power Amplifier (PA), EEPROM, and DDR-SDRAM. – fdsa
Along with the module, SyChip provides the drivers, supplicant, application APIs, as well as network manager and connection manager applications that allow original equipment manufacturers (OEM) the flexibility to integrate and optimize their respective applications (VoIP, Video/Audio streaming).
This module is targeted to consumer electronics (Handsets, Ultra Mobile Personal Computers, Personal Media Players, Portable Gaming Console and navigational devices) where high integration and fast design cycles are highly valued.
The module integrates the latest silicon technology for mobile client WiMAX offering the best feature set while minimizing space and power consumption.
The module comes in a Quad Flat No Lead (QFN) package and allows direct attachment to the main Printed Circuit Board utilizing industry standard interface mount technology processing for high volume production.
Features
Standards Conformance: IEEE 802.16e
Size: 19.8 x 16.8 x 2.3 mm
Frequency Range: 2.5 - 2.7GHz
Channel Band Width: 10MHz, 8.75MHz, 7Mhz and 5MHz
RF Power: +23dBm (Class 2)
Transceiver: 1x2 MIMO
Receiver Sensitivity: ≤ -85.3dBm @16QAM-3/4
Host interface: SDIO, USB
Internal Memory: 16MB SDRAM, EEPROM (4KB)
Internal reference clocks: 40MHz (TCXO Oscillator)
Internal sleep clock
External DC Supplies: 3.3v, 3.0v, 1.2v, 5v(USB only)
Antenna Interface: PCB Pad
Package: 74-pin QFN
ROHS compliant
Operating Temperature: -20 to 80 C
OS Supported: Window CE 6, Windows Mobile 6.1, Linux 2.6
Optimized for Mobile, VoIP, Gaming
ES Q1/2010
Benefits
Small size and low power consumption
Fast hardware design cycle to fit demanding schedules
Minimized software adaptation effort
Pengaruh Granularitas Waktu Protokol TCP
Pada Layanan Unspecified Bit Rate
A.A. Gede Mayun W.*, F. Ahmadi Djajasugita**, Harry Santoso**
*P.T. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
** Laboratorium Telematika, Departemen Teknik Elektro ITB
ABSTRACT
This paper studies the problem of traffic management for Transmission Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP) suite
over ATM UBR service. The main focus of this research is to analyze and improve the performance of TCP over UBR.
Several studies have analyzed the performance of TCP over the UBR service. TCP sources running over ATM switches
with limited buffer experience low efficiency and fairness. Intelligent drop policies at switches can be used to improve
throughput of transport connection. In addition to network base drop policies, end-to-end flow control and congestion
control policies with adaptive retransmission timeout can be effective in improving TCP performance over UBR. So far
all the performance analysis is done on a fixed TCP’s time granularity (usually 100 ms). TCP performance over ATM
UBR is depend on the value of TCP time granularity.
Keywords: UBR, TCP, granular, ATM, traffic management, Jacobson, Karn
I. Pendahuluan
TCP/IP digunakan secara luas untuk protokol internet
dengan berbagai aplikasi transfer data. Protokol TCP
dirancang untuk bersifat transparan terhadap teknologi
jaringan dan ATM (Asynchronous Transfer Mode)
merupakan salah satu teknologi jaringan yang dapat
mendukung TCP/IP.
ATM adalah generasi baru dari teknologi komputer dan
komunikasi. ATM mempergunakan arsitektur jaringan
point-to-point dan mempertukarkan data melalui Virtual
Channel (VC) dengan menggunakan paket berukuran 53
byte yang disebut dengan sel.
Secara umum ATM mampu melayani laju bit yang tetap
(constant bit rate) dan laju bit yang berubah-ubah
terhadap waktu (variable bit rate). Untuk layanan VBR
(variable bit rate) masih dapat dibagi lagi menjadi dua
layanan yaitu layanan yang kritis terhadap waktu tunda
atau rt-VBR (real time VBR) dan layanan yang tidak
tergantung terhadap waktu tunda nrt-VBR (non real
time VBR).
Dengan sifat aliran data dari layanan VBR yang tidak
tetap maka terdapat saat saat tertentu dimana tidak
seluruh lebar pita (bandwidth) digunakan. Sisa lebar
pita ini dapat digunakan untuk layanan lain yaitu ABR
(Available Bit Rate), GFR (Guaranteed Frame Rate)
dan UBR (Unspecified Bit Rate).
ABR, GFR dan UBR pada dasarnya digunakan untuk
aplikasi data. Untuk layanan data, sangat sesuai jika
digunakan transport data TCP/IP.
Penggunaan layanan ATM UBR pada masa yang akan
datang akan mengalami peningkatan khususnya TCP
pada ATM.
Layanan ATM UBR (Unspecified Bit Rate) tidak
memiliki kontrol kongesti, kontrol aliran (flow control)
dan tingkat layanan lainnya. Hal ini menjadikan UBR
memiliki prioritas yang paling rendah dibandingkan
dengan layanan ATM yang lain, tetapi paling sederhana
dalam implementasi.
Switching ATM akan langsung menbuang sel UBR jika
terjadi kongesti. Kenyataan ini mengakibatkan rendahnya
throughput dan tingkat keadilan (fairness) dari
layanan UBR.
Kebijakan pembuangan sel secara cerdas (intelligent)
dapat meningkatkan performansi TCP pada UBR
dengan buffer yang terbatas.
Dilaporkan pada [6] bahwa manajemen buffer Partialy
Packet Discard (PPD) dan Early Packet Discard (EPD)
mampu menaikan throughput TCP pada layanan UBR
(best-effort), tetapi tidak menaikan kemerataan
(fairness). Selective Packet Drop berbasiskan pendudukan
buffer per koneksi dan Fair Buffer Allocation
dapat menaikan baik throughput maupun fairness.
Selain kebijakan pembuangan sel, jenis kontrol kongesti
TCP juga memiliki pengaruh terhadap performansi.
Selama ini, analisis kinerja TCP pada UBR dilaksanakan
untuk sumber TCP dengan nilai butiran waktu
TCP yang umum digunakan. Nilai ini akan dirasakan
terlalu besar jika digunakan pada jaringan ATM.
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 10
Pada paper ini dilaksanakan investigasi terhadap kinerja
TCP pada UBR dengan mempergunakan nilai butiran
waktu TCP yang beragam. Penelitian tidak hanya
terpaku untuk memperbaiki manajemen buffer pada
jaringan.
Hasil ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam
perancangan sistem untuk mendapatkan tingkat kinerja
yang optimal dengan tingkat kompleksitas yang rendah.
Penelitian pada paper ini dilaksanakan dengan simulasi
komputer. Pengamatan dan analisis dilakukan pada
berbagai mekanisme untuk meningkatkan kinerja TCP
pada layanan UBR.
Mekanime dimaksud adalah dengan menggunakan
berbagai manajemen buffer pada jaringan. Pada sisi
end-system (sumber TCP) diselidiki pengaruh perubahan
nilai timeout pengiriman ulang atau RTO (Retransmission
Timeout).
Besarnya timeout untuk menunggu pengiriman ulang
memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja TCP.
Pada paper ini, mekanisme kontrol aliran TCP yang
digunakan adalah TCP Standar / TCP Vanilla (Slow
start and congestion avoidance).
Program simulasi ditulis dengan mempergunakan bahasa
pemrograman Borland C++ Versi 5.02. Plot hasil
simulasi dilaksanakan dengan mempergunakan perangkat
lunak Matlab versi 5.3.1
II. Transport TCP/IP pada ATM
Layer protokol TCP/IP pada ATM digambarkan pada
Gambar 1 dan struktur PDU (Protocol Data Unit)
digambarkan pada Gambar 2.
Paket data pada layer aplikasi dipecah menjadi segmensegmen
TCP. Ukuran maksimum segmen TCP (TCP
Maximum Segment Size) tergantung pada ukuran unit
maksimum atau MTU (Maximum Transmission Unit)
dari link layer.
Layer Protokol TCP/IP pada ATM
Physical
Layer
ATM
AAL-5
IP
TCP
Application
Physical
Layer
ATM
AAL-5
IP
TCP
Application
Phy
Layer
Phy
Layer
ATM
Phy
Layer
Phy
Layer
ATM
ATM Switch ATM Switch
Gambar 1. Layer Protokol TCP/IP pada ATM
Pada layer TCP, PDU ditambahkan header sebesar 20
byte dan pada layer IP kembali ditambahkan header
sebesar 20 byte. Paket IP kemudian masuk ke
interworking layer IP-ATM dan mendapat tambahan 8
byte header LLC (Logical Link Layer) yang berisikan
ID Protokol dari layer yang lebih tinggi. Paket kemudian
diteruskan ke ATM Adaptation Layer 5 (AAL-5),
dan ditambahkan trailer 8 byte untuk membentuk frame
AAL-5. Layer AAL-5 kemudian memecah frame
tersebut menjadi sel-sel ATM dengan masing-masing
sel berukuran 48 byte ditambah 5 byte header. Setiap
header sel berisikan bit yang disebut bit End of Message
(EOM) dimana bit ini di set 0 untuk seluruh sel kecuali
sel yang terakhir (di set 1). Bit ini digunakan untuk
menentukan batasan dari sebuah frame.
Data IP dapat ditransportasikan pada beberapa katagori
layanan ATM. Pemetaan VC ATM kepada katagori
layanan tertentu dilaksanakan oleh layer ATM. Pada
paper ini penelitian hanya dilaksanakan untuk layanan
UBR.
Data Unit Protokol TCP/IP pada ATM
LLC
IP
TCP Ukuran Segmen Maksimum
Paket Aplikasi
TCP Ukuran Segmen Maksimum
IP TCP Ukuran Segmen Maksimum LLC
Sel ATM
Gambar 2 PDU TCP/IP pada ATM
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 11
III. Kendali Kongesti pada TCP
TCP mempergunakan acknowledgment dan kontrol
aliran (flow control) yang berbasiskan jendela (window).
3.1 Start Lambat dan Penghindaran Kongesti:
TCP Vanilla
Pengendalian kongesti pada TCP Vanilla memiliki dua
fase yaitu fase slow-start (non steady state) dan fase
congestion-avoidance (steady state). Tujuan dari fase
slow start adalah mencapai fase steady state secepat
mungkin. Variabel SSTHRESH yang dikelola pada
sumber TCP digunakan untuk membedakan kedua fase
diatas. SSTHRESH merupakan estimasi kapasitas
jaringan pada fase steady-state. Nilai awal dari
SSTHRESH adalah konstanta yang umumnya bernilai
65.535 byte.
Sumber memulai transmisi pada fase slow start dengan
mengirimkan satu segmen (umumnya 512 byte) data
atau CWND = 1 segmen. Ketika sumber menerima
acknowledgment untuk meminta segmen baru, CWND
(Congestion Window) ditingkatkan dengan 1. Sumber
saat ini dapat mengirimkan 2 segmen (CWND =2).
Dengan cara ini sumber akan menaikan CWND dengan
1 untuk setiap ACK baru yang diterima.
Waktu pengiriman segmen sampai dengan diterimanya
ACK menyatakan waktu lintasan bolak-balik atau RTT
(Round Trip Time). Dengan mekanisme diatas maka
selama fase slow-start, CWND akan dilipatgandakan
setiap RTT dengan peningkatan eksponensial. Fase
slow-start berlanjut terus sampai CWND mencapai
SSTHRESH dan fase penghindaran kongesti dimulai.
Peningkatan CWND[1,8] dapat dinyatakan dengan:
CWND = 2x.MSS (1)
dimana x menyatakan jumlah RTT dan MSS =
Maximum Segmen Size (byte). Dari persamaan (1) pada
saat CWND mencapai SSTHRESH didapat:
( / )
2
log
2 .
x SSTHRESH MSS
SSTHRESH x MSS
=
=
(2)
Jadi fase slow-start mengubah CWND dari 1 menjadi
SSTHRESH[8] dalam log2 (SSTHRESH / MSS) waktu
round trip.
Pada fase penghindaran kongesti (setelah slow-start),
sumber akan meningkatkan CWND dengan CWND
1
setiap satu segmen di ACK. Selama fase ini TCP
membebani jaringan dengan peningkatan yang kecil
(linier).
Jika koneksi TCP kehilangan sebuah paket, sisi
penerima akan menanggapinya dengan mengirimkan
salinan ACK untuk setiap diterimanya paket dengan
urutan yang salah/tidak lengkap. Sumber mengelola
timeout pengiriman ulang untuk paket terakhir yang
tidak di-ACK. Nilai timeout tersebut di-reset setiap
segmen baru di-ACK.
Saat diterimanya duplikasi ACK ini, sumber menghentikan
pengiriman paket baru dan menunggu ACK
baru atau terjadinya timeout.
Periode jeda selama menunggu timeout retransmisi
adalah waktu yang cukup untuk menghilangkan
kongesti. Pada titik ini sumber men-set SSTHRESH
setengah dari CWND atau lebih tepatnya SSTHRESH
diset pada [ ( )] CWND , RCVWND
2
max 2,min , dan
CWND diset menjadi 1 segmen. SSTHRESH kemudian
menjadi perkiraan baru terhadap kapasitas jaringan.
Dengan CWND < SSTHRESH , maka sumber memasuki
fase slow start. Sumber kemudian mengirim ulang
segmen yang hilang dan meningkatkan CWND dengan
satu setiap segmen baru yang di-ACK. Perubahan pada
window sumber digambarkan pada Gambar 3.
TCP pada umumnya menggunakan butiran waktu (time
granularity) untuk timeout retransmisi sebesar 100 ms.
Sumber TCP memperkirakan RTT dari koneksi dengan
mengukur waktu (jumlah tik dari pewaktu) antara
pengiriman sebuah segmen dan penerimaan ACK untuk
segmen tersebut. Timeout retransmisi (RTO) dihitung
sebagai fungsi dari estimasi rata-rata dan deviasi RTT.
Ketika terjadi kehilangan sel (loss) karena kongesti,
sejumlah waktu yang berarti akan hilang untuk
menunggu timeout retransmisi (RTO).
IV. Manajemen Pewaktu Pengiriman Ulang
Dengan berubahnya kondisi jaringan, waktu (timeout)
menunggu pengiriman ulang yang tetap, mungkin akan
dirasakan terlalu cepat atau terlalu lama. Perubahan
kondisi jaringan dapat diketahui dengan mengetahui
besarnya waktu tunda lintasan bolak-balik (round trip
delay).
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 12
Start Lambat dan Penghindaran Kongesti
(Slow Start & Congestion Avoidance)
Waktu
CWND/2
CWND
Slow
Start
Menunggu
Timeout
Slow
Start
Congestion
Avoidance
Gambar 3 Perubahan Window Pengiriman pada TCP
Vanilla
Suatu pendekatan sederhana untuk menentukan besarnya
timeout pengiriman ulang adalah dengan menghitung
nilai rata-rata RTT. Jika nilai rata-rata ini
merupakan perkiraan yang akurat dari RTT berikutnya,
maka waktu tunggu pengiriman ulang ini akan
menghasilkan kinerja yang baik.
Pada kondisi fluktuasi beban yang tinggi, pendekatan
ini dirasakan tidak memadai.
4.1 Algoritma Jacobson
Jacobson[8] telah menetapkan satu algoritma untuk
menghitung nilai RTO berdasarkan nilai observasi RTT.
Algoritma selengkapnya sebagai berikut:
( 1) (1 ) ( ) ( 1)
( 1) ( 1) ( )
( 1) (1 ) ( ) ( 1)
+ = - ´ + ´ +
+ = + -
+ = - ´ + ´ +
SDEV k h SDEV k h SERR k
SERR k RTT k SRTT k
SRTT k g SRTT k g RTT k
RTO(k + 1) = SRTT(k + 1) + f ´ SDEV (k + 1) (3)
Jacobson mengusulkan nilai g = 0.125 , h = 0.25 , dan
f = 2 . Berdasarkan penyelidikan lebih lanjut direkomendasikan
untuk menggunakan nilai f = 4 . Gambar
4 menggambarkan penggunaan algoritma Jacobson.
4.2 Penundaan RTO secara eksponensial
Sejumlah koneksi TCP pada keadaan kongesti akan
mengalami kehilangan segmen. Akhirnya pada waktu
yang hampir bersamaan segmen tersebut dikirim ulang
dan kembali menimbulkan kongesti.
Untuk mengatasi hal tersebut, RTO[8] pada TCP harus
diperbesar setiap pelaksanaan pengiriman ulang
(backoff process), dimana:
RTO = q ´ RTO (4)
Persamaan (4) akan menyebabkan peningkatan secara
eksponensial untuk setiap retransmisi. Nilai yang umum
untuk q adalah 2 sehingga disebut binary exponential
backoff.
0 20 40 60 80 100 120 140
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
observasi
RTO, f = 4
RTO, f = 2
file:jacob2
Gambar 4. Perhitungan RTO berdasarkan Algoritma
Jacobson
4.3. Algoritma Karn
Jika tidak terjadi pengiriman ulang, nilai RTT dari
setiap segmen dapat langsung digunakan untuk perhitungan
RTO. Pada proses pengiriman ulang/retransmisi,
jika kemudian ACK diterima, maka ada dua
kemungkinan:
1. yang diterima adalah ACK dari pengiriman
pertama,
2. yang diterima adalah ACK dari pengiriman
kedua.
Sumber TCP tidak dapat membedakan kedua kasus
diatas. Jika kasus kedua yang benar, dan entitas TCP
mengukur RTT berdasarkan transmisi pertama maka
akan dihasilkan RTT yang terlalu besar sehingga
algoritma Jacobson akan menghasilkan SRTT dan RTO
yang terlalu besar.
Jika kasus pertama yang benar tetapi TCP mengukur
RTT dari transmisi kedua maka akan dihasilkan RTO
yang terlalu kecil. Kejadian ini hampir sama dengan
efek umpan balik positif yang mengakibatkan bertambahnya
retransmisi dan bertambahnya kesalahan
pengukuran RTT.
Untuk mengatasi masalah ini Karn mengusulkan algoritma
sebagai berikut.
1 Jangan menggunakan hasil nilai RTT untuk
segmen yang dikirim ulang. (RTO tidak
dihitung dengan algoritma Jacobson).
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 13
2 Hitung backoff RTO dengan persamaan (4) jika
terjadi retransmisi.
3 Gunakan nilai backoff RTO untuk segmen berikutnya
sampai diterimanya ACK dari segmen
yang bukan merupakan segmen retransmisi.
Jika diterima ACK dari segmen yang tidak merupakan
segmen pengiriman ulang, maka algoritma Jacobson
kembali digunakan untuk menghitung nilai RTO.
V. Manajemen Buffer
Manajemen buffer adalah mekanisme untuk menentukan
apakah sel yang datang dimasukan ke dalam
buffer atau dibuang.
Peningkatan performansi dari TCP pada UBR yang
diteliti pada paper ini mempergunakan sebagian dari
mekanisme manajemen buffer yaitu:
- Skema SA-ST : Tail Drop (TD) dan Early
Packet Discard (EPD)
- Skema MA-ST: Selective Drop (SD) dan Fair
Buffer Allocation (FBA)
5.1 Skema SA-ST (Single Account – Single
Threshold)
Tail Drop
Switching ATM dengan mekanisme tail drop akan
membuang setiap sel yang datang jika buffer penuh.
Early Packet Discard (EPD)
EPD mempergunakan informasi pada EOM untuk
membedakan batas akhir dari frame/segmen. EPD
melaksanakan pembuangan secara lengkap bukan hanya
sebagian dari paket. Pada EPD, digunakan nilai nilai
ambang batas R yang lebih kecil dari kapasitas buffer.
Jika antrean melebihi nilai ambang batas R, seluruh sel
dari paket yang baru akan dibuang. Paket yang sebagian
selnya telah diterima sebelum melewati nilai ambang R
tetap dapat diteruskan sepanjang ruang buffer tersedia.
5.2 Skema MA-ST (Multiple Account – Single
Threshold)
Selective Drop dan Fair Buffer Allocation
Pada mekanisme ini, dihitung alokasi buffer yang adil
untuk setiap VC. Jika pendudukan buffer melebihi dari
alokasi fair, maka paket yang datang berikutnya akan
dibuang. Jika total pendudukan buffer melebihi R ´ K ,
paket baru yang datang akan dibuang tergantung pada
VCi dan pendudukan buffernya Yi .
Aktifitas setiap VC selalu diamati dengan menghitung
jumlah sel dari setiap VC pada buffer. Sebuah VC
dikatakan aktif jika paling sedikit terdapat satu sel dari
VC tersebut di dalam buffer. Alokasi yang merata (fair
allocation) dihitung sebagai pendudukan buffer dibagi
dengan jumlah VC yang aktif.
Misalkan pendudukan buffer dinotasikan dengan X
dan jumlah VC yang aktif dinotasikan dengan Na ,
maka alokasi fair Fs untuk setiap VS diberikan oleh:
Na
X
Fs = (5)
Misalkan jumlah sel dari VCi adalah Yi . Maka rasio
beban Li didefinisikan sebagai:
Fs
Yi
Li = atau
X
Yi Na
Li
´
= (6)
Jika rasio beban lebih besar dari parameter Z , maka
paket baru dari VC tersebut akan dibuang. Jadi untuk
skema Selective Drop, Paket baru yang datang akan di
buang jika:
(X > R) dan (Li > Z)
Pada Gambar 5 diperlihatkan kondisi buffer untuk
Selective Drop dan FBA (Fair Buffer Allocation).
Pada FBA, penentuan pembuangan paket dilaksanakan
dengan membandingkan rasio beban dengan suatu nilai
ambang pembuangan (drop threshold) T dimana:
( )
( )
X R
K R
T Z
-
-
= ´ (7)
Jadi pada FBA, paket baru yang datang akan dibuang
jika:
) ( R X > dan ú
û
ù
êë
é
-
-
> ´
´
X R
K R
Z
X
Yi Na
(8)
Selective Drop dan FBA
K R X
Paket mungkin Paket tidak dibuang
dibuang
K = Ukuran buffer
R = Minimum threshold
X = Pendudukan buffer
Gambar 5 Selective Drop dan FBA : Pendudukan buffer
dan pembuangan
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 14
VI. Pengukuran Performansi
Performansi TCP yang dimaksud disini adalah performansi
end-to-end pada layer TCP. Misalkan sejumlah
N pasangan sumber-tujuan yang mengirimkan data
pada jaringan bottleneck dengan kapasitas R bps.
Jika i x adalah throughput dari sumber TCP ke i
(0 < i £ N) dan C adalah throughput maksimum TCP
yang dapat dicapai pada saluran, maka tingkat efisiensi
jaringan didefinisikan sebagai rasio dari jumlah
troughput aktual TCP terhadap throughput maksimum
TCP yang mungkin dicapai atau:
C
N ii
xi
E x xN C
å =
= ( 1,..., , ) = 1 (9)
Throughput TCP i x diukur pada layer TCP di sisi penerima.
Throughput didefinisikan sebagai jumlah total
byte yang diterima di sisi penerima dibagi dengan
waktu total koneksi.
Selain mendapatkan throughput total yang tinggi,
jaringan juga diharapkan dapat mengalokasikan
throughput secara merata kepada seluruh koneksi.
Kemerataan (fairness) TCP pada layanan UBR dapat
didefinisikan sebagai kemampuan layanan UBR untuk
memberikan throughput yang adil untuk seluruh
koneksi TCP. Kemerataan disini diukur dengan
mempergunakan Indeks Kemerataan (Fairness) F ,
yang didefinisikan sebagai fungsi dari variabel
throughput pada koneksi TCP:
( ) ( )
( ) å =
= ´
å =
= =
N ii
N xi ei
N ii
xi ei
F xi e xN eN
1
2
2
),..., ( , ) 1 ( , 1 (10)
dimana i x adalah throughput aktual koneksi TCP ke i
dan i e adalah throughput yang diharapkan atau fair
share dari koneksi TCP ke i.
Untuk kondisi dimana seluruh N sumber TCP merupakan
sumber yang identik/simetris, maka i e menyatakan
pembagian yang merata terhadap kapasitas
saluran atau (e C N) i = . Karena N e = e = ... = e 1 2
maka persamaan (10) dapat disederhanakan menjadi:
( ) ( )
( ) å =
= ´
å =
= =
N ii
N xi
N ii
xi
F xi e xN eN
1
2
2
),..., ( , ) 1 ( , 1 (11)
VII.Model Simulasi
Model konfigurasi jaringan yang disimulasikan pada
paper ini digambarkan pada Gambar 6.
Switch pada simulasi ini merupakan switch UBR
dengan beberapa pilihan manajemen buffer (kebijakan
pembuangan).
Parameter-parameter umum yang digunakan pada
simulasi ini adalah sebagai berikut:
· Konfigurasi jaringan satu hop seperti pada Gambar
6, dengan N sumber.
· Seluruh sumber merupakan sumber yang tidak
terbatas. Layer TCP selalu memiliki data untuk
dikirim sejauh diijinkan oleh window TCP.
· Aliran data searah. Hanya sumber TCP yang
mengirimkan data sedangkan destinasi hanya
mengirimkan acknowledgment.
· Seluruh saluran memiliki bandwidth 155,52 Mbps.
· Seluruh saluran memiliki waktu tunda transmisi
yang sama yaitu 2´(waktu pelayanan sel ATM)
atau 5.6 ms .
· Ukuran window penerima maksimum adalah 64000
byte (nilai default TCP).
· Kebijakan pengiriman ACK adalah pengiriman
tanpa waktu tunda. Setelah segmen diterima, ACK
segera dikirim,
· Durasi simulasi 10 detik (waktu simulasi). Data
performansi system diambil setiap periode 100 ms.
· Seluruh sumber TCP mulai mengirim data pada
waktu yang bersamaan.
Konfigurasi N-sumber TCP
Source 1
Source 2
Source N
Dest. 1
Dest. 2
Dest. N
. . . .
. . . .
x x x
Switch Switch
Gambar 6 Konfigurasi N-sumber TCP
· Perhitungan RTO Adaptif mempergunakan algoritma
Jacobson dengan penundaan RTO secara
eksponensial untuk segmen retransmisi dan algoritma
Karn untuk penentuan sample RTT (Lihat
bagian IV).
· Kontrol aliran TCP yang digunakan adalah Slow
Start & Congestion Avoidance (TCP Vanilla).
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 15
· Sisi penerima TCP menggunakan kebijakan penerimaan
(accept policy) berurutan. Hanya segmen
dengan urutan yang benar yang diterima. Segmen
dengan urutan yang salah langsung dibuang.
· Kebijakan retransmisi mempergunakan pewaktu
(timer) untuk setiap segmen.
Simulasi yang digunakan adalah simulasi waktu diskrit.
Dengan melihat sifat sistem komputer dan waktu
pelayanan switch ATM yang konstan (2,83 ms), maka
pada simulasi ini dipilih sampling rate simulasi sama
dengan periode waktu pelayanan sel ATM. Jadi
proses/keadaan yang terjadi pada sistem dilihat setiap
periode waktu sel.
VIII. Pelaksanaan & Analisis Hasil Simulasi
8.1 Simulasi dengan Manajemen Buffer Tail Drop.
Jumlah sumber TCP pada simulasi ini adalah 10
sumber, dengan laju pengiriman 77.76 Mbps dan ukuran
segmen sebesar 512 byte (12 sel/segmen).
Simulasi dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai
manajemen buffer. Berbagai nilai RTO disimulasikan
baik RTO yang telah ditetapkan sebelumnya
(fixed) atau RTO Adaptif berdasarkan perhitungan RTO
dengan algoritma Jacobson. Pada RTO Adaptif,
diselidiki pengaruh perubahan nilai butiran waktu TCP
terhadap kinerja TCP. Hasil simulasi dapat dilihat pada
Gambar 7.
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Kapasitas Buffer
Efisiensi
Efisiensi TCP pada UBR
100 ms
50 ms
10 ms
5 ms
1 ms
0.5 ms
BW: 100 ms
BW: 50 ms
BW: 10 ms
BW: 5 ms
BW: 1 ms
BW: 0.1 ms
BW: 0.003 ms
file:e1td
Gambar 7. Efisiensi TCP Sumber Identik dengan RTO
tetap (berbagai nilai) dan RTO Adaptif (dengan
berbagai nilai butiran-waktu/BW).
Efisiensi TCP pada UBR sangat tergantung dengan nilai
RTO. Penggunaan RTO yang konstan memiliki resiko
penurunan efisiensi dan pada kenyataannya sangat sulit
untuk menentukan nilai RTO yang optimal karena
kondisi jaringan beban jaringan berubah-ubah. Pada
penggunaan RTO adaptif efisiensi tergantung dengan
nilai butiran waktu TCP.
Secara umum efisiensi TCP meningkat sejalan dengan
ditingkatkannya kapasitas buffer yang digunakan.
Analisis Hasil Simulasi:
Pada penggunaan manajemen buffer Tail Drop, utilisasi
jaringan sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh alasan
berikut:
a. Pembuangan pada level sel mengakibatkan
terjadinya pembebanan jaringan oleh segmensegmen
dengan jumlah sel yang tidak lengkap.
Segmen yang tidak lengkap tersebut harus dikirim
ulang.
b. Saat sumber TCP mendeteksi adanya kongesti pada
jaringan maka TCP akan menunggu timeout untuk
pengiriman ulang (ditentukan oleh besarnya RTO).
Pada kondisi ini akan terdapat sejumlah waktu
pengiriman yang hilang.
Kondisi a dan b diatas akan mengakibatkan efek
sinkronisasi pada TCP, dimana sumber membanjiri
jaringan secara bersamaan sehingga segera terjadi
luapan pada buffer (kongesti). Pada saat kongesti,
seluruh sumber secara bersamaan menghentikan pengiriman
segmen (menunggu timeout) dan menurunkan
window pengiriman, kemudian kembali membanjiri
jaringan secara bersamaan (sinkron). Efek ini akan
membuat waktu efektif pengiriman akan semakin kecil
(efesiensi rendah).
Gambar 8. memperlihatkan jumlah segmen yang
diterima untuk setiap selang waktu 10 ms. Terlihat
bahwa terdapat selang waktu dimana samasekali tidak
ada segmen yang diterima sebagai akibat dari terjadinya
sinkronisasi. Pada selang waktu ini, seluruh sumber
TCP sedang menunggu pengiriman ulang.
Dengan mempergunakan timeout pengiriman ulang
(RTO) yang lebih kecil maka kehilangan waktu karena
menunggu akan semakin sedikit.
Penentuan RTO memegang peranan penting. Selang
waktu selama menunggu pengiriman ulang dimaksudkan
untuk memberikan kesempatan kepada jaringan
membersihkan kongesti yang terjadi. RTO yang terlalu
besar akan mengakibatkan kehilangan waktu pengiriman
sedangkan RTO yang terlalu kecil akan mengakibatkan
kesalahan pada sumber untuk memperkirakan
kondisi jaringan.
Pada RTO yang terlalu kecil, trigger timeout untuk
pengiriman ulang terjadi pada saat jaringan belum
mengalami kongesti. Dalam keadaan ini sumber
menganggap telah terjadi kongesti dan TCP akan
menurunkan window pengiriman serta melakukan
pengiriman ulang. Keadaan ini akan terus terjadi sampai
________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 16
dicapainya keseimbangan antara besarnya window TCP
dan RTO (bukan terhadap beban jaringan).
Pada kondisi ini pendudukan buffer dikendalikan oleh
RTO (buffer tidak dapat dimanfaatkan secara optimal).
Peningkatan kapasitas buffer tidak akan memberikan
pengaruh pada peningkatan efisiensi, karena hanya
sebagian buffer yang terisi. Lihat Gambar 7 untuk
penggunaan RTO sebesar 1 ms dsan 0.5 ms.
Dari hal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat
utilisasi akan meningkat jika digunakannya RTO
yang semakin kecil dan ruang buffer tetap dimanfaatkan
dengan optimal.
Penggunaan RTO yang terlalu besar (100 ms) akan
mengakibatkan rendahnya efisiensi dan fairness. Sumber
yang mengalami retransmisi akan kehilangan waktu
pengiriman (efisiensi rendah) dan pada saat pelaksanaan
pengiriman ulang, sel-sel yang dikirim memiliki
peluang yang terbuang yang sama dengan sel dari
sumber lain. Sumber yang terlanjur memiliki CWND
rendah akan sulit untuk ditingkatkan penetrasi.
Tingkat utilisasi tertinggi pada simulasi ini terjadi pada
penggunaan RTO sebesar 10 ms. Pada kenyataannya
sangat sulit untuk menentukan RTO yang paling
optimum karena hal ini sangat tergantung kepada beban
jaringan (jumlah sumber), kapasitas buffer dan waktu
tunda transmisi. Setiap koneksi sangat mungkin untuk
memiliki waktu tunda transmisi yang berbeda-beda dan
berubah terhadap waktu. Penggunaan RTO pada nilai
tertentu (konstan) memiliki resiko terhadap penurunan
efisiensi.
Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan RTO yang
bersifat adaptif terhadap kondisi jaringan. TCP mempergunakan
satuan waktu (time granularity) atau butiran
waktu tertentu untuk menyatakan besaran timeout.
Umumnya butiran waktu yang digunakan sebesar 100
ms.
Dari Gambar 7 terlihat bahwa butiran waktu sebesar 100
ms memberikan tingkat kinerja yang rendah. Hal ini
karena butiran waktu yang digunakan jauh lebih besar
dari nilai RTT, sehingga perhitungan RTO akan menghasilkan
nilai yang konstan (sebesar 1 butiran waktu
atau 100 ms). Kondisi ini hampir sama dengan
penggunaan RTO tetap sebesar 100 ms.
Gambar 8. Jumlah segmen yang berhasil diterima dalam
setiap selang waktu 10 ms.
Semakin kecil nilai butiran waktu maka nilai observasi
RTT akan semakin akurat sehingga hasil perhitungan
RTO (lihat bagian IV) akan semakin sesuai dengan
kondisi jaringan.
Dari hasil simulasi, penggunaan butiran waktu 10 ms,
0.1 ms dan 0.0028 ms menghasilkan tingkat efisiensi
yang paling tinggi, sedangkan penggunaan butiran
waktu 5 ms dan 1 ms ternyata menghasilkan tingkat
efisiensi yang relatif konstan terhadap kapasitas buffer.
Fenomena ini kami sebut sebagai fenomena kesalahan
observasi RTT dan dapat dijelaskan sebagai berikut.
· Pada awal pengiriman segmen, masing-masing
sumber TCP hanya mengirim satu segmen (fase
slow start). Pendudukan buffer yang rendah akan
menghasilkan RTT yang rendah. Tetapi sumber
TCP menghitung besarnya RTT berdasarkan
butiran waktu yang digunakan (RTT merupakan
kelipatan dari butiran waktu). Untuk butiran waktu
5 ms, RTT terkecil adalah 5 ms padahal
kenyataanya pada tahap awal RTT lebih kecil dari 5
ms dan meningkat sejalan dengan peningkatan
beban jaringan.
· Algoritma Jacobson menghitung RTO berdasarkan
rataan deviasi. Nilai RTT yang konstan atau tanpa
deviasi akan menghasilkan RTO yang mendekati
nilai RTT (lihat BAB IV dan Gambar 4).
· Pada saat RTT melebihi nilai butiran waktu (5 ms)
maka akan terjadi trigger timeout dan TCP akan
melakukan pengiriman ulang dan menurunkan
CWND padahal buffer belum terisi penuh. Kondisi
ini hampir sama dengan kondisi pada penggunaan
RTO tetap yang lebih kecil dari RTT.
Untuk lebih jelasnya perihal fenomena kesalahan
observasi RTT dapat dilihat Gambar 9.
Penggunaan butiran waktu 1 ms akan mengakibatkan
terjadinya kesetimbangan pada nilai RTO yang merupakan
kelipatan 1 ms dan lebih kecil dari 5 ms sehingga
menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih rendah. Kon________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 17
disi ini merupakan kondisi khusus pada sistem dengan
sumber identik dan tak terbatas.
Besarnya nilai butiran waktu menjadi sangat penting
(lihat Gambar 7). Semakin kecil nilai butiran waktu,
maka akan menambah kompleksitas pada TCP. Kami
menganjurkan untuk menggunakan butiran waktu
dengan nilai sedikit lebih besar dari RTT maksimum.
8.2. Peningkatan Kinerja dengan Perbaikan pada
Kebijakan Pembuangan Sel
Kinerja TCP pada UBR (manajemen buffer tail-drop)
yang rendah dapat ditingkatkan dengan mengunakan
manajemen buffer dengan mekanisme pembuangan
pada level paket. Pada penggunaan manajemen buffer
EPD (Early Packet Discard) peningkatan yang didapat
mencapai 117% untuk kapasitas buffer 1000 sel, tetapi
dari segi fairness terjadi penurunan yang cukup
signifikan (26%) seperti dilaporkan pada [6].
10
-3
10
-2
10
-1
10
0
10
1
10
2
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Efisiensi TCP pada UBR (Tail Drop)
Butiran Waktu TCP (ms)
Efisiensi
1000 sel
2000 sel
3000 sel
4000 sel
Gambar 9 Efisiensi TCP Sumber Identik terhadap
Butiran Waktu TCP pada berbagai kapasitas buffer.
Penggunaan manajemen buffer dengan kebijakan
pembuangan berdasarkan pendudukan tiap-tiap VC
(Selective Drop dan Fair Buffer Allocation) mampu
memberikan peningkatan baik pada efisiensi maupun
pada fairness.
Peningkatan yang didapat harus dibayar dengan meningkatnya
kompleksitas jaringan (switching).
Perbandingan efisiensi jaringan dengan digunakannya
manajemen buffer yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 10 untuk nilai butiran waktu TCP sebesar 100
ms dan Gambar 11 untuk nilai butiran waktu TCP
sebesar 10 ms.
Pembuangan pada level paket dapat mengurangi beban
jaringan. Jika pembuangan tidak memperhatikan kontribusi
beban dari masing-masing VC maka koneksi yang
terlanjur memiliki window pengiriman yang kecil tidak
akan mampu untuk meningkatkan windownya sehingga
dihasilkan tingkat fairness yang rendah.
Jelas terlihat bahwa perubahan nilai butiran waktu TCP
memiliki pengaruh yang sangat signifikan disamping
penggunaan manajemen buffer. Semakin kecil nilai
butiran waktu TCP berarti tingkat akurasi perhitungan
RTT akan meningkat.
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Kapasitas Buffer
Efisiensi
Efisiensi TCP pada UBR dengan Berbagai Manajemen Buffer
Butiran Waktu TCP 100 ms
TD
EPD
SD
FBA
Gambar 10. Efisiensi untuk berbagai Manajemen
Buffer, Nilai Butiran Waktu TCP 100 ms
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Kapasitas Buffer
Efisiensi
Ef isiensi TCP pada UBR dengan Berbagai Manajemen Buf fer
Butiran Waktu TCP: 10 ms
TD
EPD
SD
FBA
Gambar 11. Efisiensi untuk berbagai Manajemen
Buffer, Nilai Butiran Waktu TCP 10 ms
IX. Kesimpulan dan Penelitian lebih Lanjut
Dari hasil analisis hasil simulasi, dapat disimpulkan halhal
berikut:
· Penggunaan RTO dengan nilai tertentu (tetap) memiliki
resiko penurunan performansi TCP pada
UBR. Pemilihan RTO dengan nilai yang lebih kecil
dari waktu tunda RTT akan memberikan tingkat
efisiensi yang rendah dan konstan terhadap kapa________________________________________________________________________________
TEKNIK ELEKTRO, Vol. 6, No. 3, 2000 18
sitas buffer. Ruang buffer tidak dapat digunakan
secara optimal.
· Peningkatan performansi dengan menggunakan
RTO adaptif tergantung dengan nilai butiran waktu
TCP. Butiran waktu 100 ms pada TCP merupakan
nilai yang terlalu besar jika digunakan pada LAN
ATM. Disarankan untuk menggunakan nilai butiran
waktu sedikit lebih besar dari nilai RTT
maksimum.
· Penggunaan sumber TCP identik pada simulasi
memungkinkan terjadinya fenomena kesalahan
observasi RTT untuk nilai butiran waktu TCP
tertentu.
· Penggunaan manajemen buffer dengan mekanisme
pembuangan selektif (SD/FBA) akan meningkatkan
efisiensi dan fairness.
· Pemilihan nilai butiran waktu TCP yang optimal
untuk meningkatkan kinerja TCP pada ATM
(UBR) memberikan pengaruh yang lebih dominan
dibandingkan dengan pemilihan manajemen buffer.
(Lihat Gambar 10 dan Gambar 11).
Penelitian lebih lanjut pada lingkungan trafik yang
berbeda akan dapat memberikan gambaran kinerja TCP
pada ATM dengan lebih lengkap dan diharap dapat
menjawab pengaruh perbedaan laju sumber dan perbedaan
ukuran segmen terhadap kinerja TCP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar